WABAH HAEMOLYTIC URAEMIC SYNDROME (HUS) YANG DISEBABKAN OLEH Escherichia coli O104 : H4 PADA KECAMBAH DI JERMAN
Rachmad
Saputra
Program Studi
Magister Fitopatologi
Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada
PENDAHULUAN
Pangan
merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan
hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan. Keracunan
pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang
disebabkan oleh bakteri patogen masih
menjadi masalah yang serius di berbagai negara. Seringkali diberitakan
terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan
jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar. Terdapat tiga faktor kunci yang
umumnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri,
yaitu kontaminasi (bakteri patogen harus ada dalam pangan); pertumbuhan (dalam
beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk berkembang biak
dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk
menimbulkan penyakit); daya hidup (jika berada pada kadar yang membahayakan,
bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan
pengolahannya) (Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI, 2011).
Salah
satu faktor penting yang berkontribusi dalam foodborne illness yang baru muncul (emerging) adalah peningkatan
perjalanan (travel), khususnya perjalanan internasional. Setiap orang yang
datang atau kembali dari suatu negara bisa membawa foodborne illness baru ke negara lain yang tidak mengenal
sebelumnya. Salah satu contohnya yang berhubungan dengan diare perjalanan
adalah E. coli. Faktor penting
lainnya ialah perubahan dalam kebiasaan makan, sehingga menyebabkan penyebaran foodborne illness (Ray 2004).
DESKRIPSI DARI WABAH
Sindrom
uremik hemolitik (HUS) adalah penyakit yang serius dan komplikasi yang
terkadang dapat mematikan yang terjadi pada infeksi usus bakteri dengan toksin
Shiga (syn. verotoxin) yang dihasilkan oleh Escherichia
coli (STEC / Shiga toxin-producing Escherichia coli). Gambaran klinis
lengkap HUS ditandai dengan gagal ginjal akut, anemia hemolitik dan
trombositopenia. Biasanya didahului dengan diare, sering berdarah. Setiap
tahun, rata-rata 1.000 gejala infeksi STEC dan sekitar 60 kasus HUS dilaporkan di
Jerman, yang mempengaruhi anak-anak sebagian besar masih muda di bawah usia
lima tahun (Frank et al., 2011).
Penyakit
ini terdeteksi antara 2 dan 24 Mei 2011 yang terjadi pada 214 pasien. Sebanyak
119 (56%) dari kasus tersebut terindikasi dari empat negara bagian utara
(Hamburg, Schleswig-Holstein, Lower Saxony dan Bremen). Kumulatif insiden
tertinggi telah tercatat terjadi di dua kota bagian utara negara bagian Hamburg
dan Bremen. Penambahan 31 kasus terjadi di Hesse. Penyakit ini terhubung melalui
katering perusahaan yang menyediakan kafetaria perusahaan dan lembaga perumahan
(Frank et al., 2011).
Selain
pengelompokan geografis, usia dan distribusi jenis kelamin dari kasus ini
terlihat mencolok: Dari 214 kasus, 186 (87%) kasus terjadi pada usia 18 tahun
atau lebih tua (kebanyakan muda atau untuk orang dewasa setengah baya) dan 146
(68%) kasus adalah pada perempuan. Dari data pemberitahuan untuk kasus Haemolytic Uraemic Syndrome (HUS) 2006-2010,
yang terjadi pada orang dewasa antara 1,5% dan 10% per tahun, dan jenis kelamin
yang terpengaruh sama. Kasus terkait dengan wabah ini juga dikomunikasikan dari
negara-negara Eropa lainnya: Pada tanggal 25 Mei 2011, Swedia dilaporkan
melalui Peringatan Eropa dan Response System (EWRS) sembilan kasus HUS, Denmark
melaporkan empat kasus infeksi STEC, dua dari penderitanya terserang HUS (Frank
et al., 2011).
Sejak
awal hingga akhir Mei 2011, telah tercatat 470 kasus HUS yang telah
diberitahukan kepada Robert Koch Institute (RKI). Dari 470 kasus HUS, 273 (58%)
adalah kasus-kasus klinis dengan konfirmasi laboratorium dari infeksi STEC. Pusat
Referensi Nasional Salmonella dan Bakteri Patogen lainnya Jerman sendiri telah
mendeteksi STEC serotipe O104, Shiga toksin 2 (stx2)-positif, intimin
(EAE)-negatif di lebih dari 60 sampel dari kasus dalam wabah. Ini menunjukkan
bahwa serotipe yang tidak biasa ini adalah penyebab wabah (Askar et al., 2011).
PENYEBAB KERACUNAN DAN GEJALA YANG
DITIMBULKAN
Penyelidikan
di Pusat Referensi Nasional Salmonella
dan bakteri enterik patogen lain di RKI (Wernigerode), diketahui isolat dari
dua pasien dari Hesse dan Bremerhaven menunjukkan bahwa wabah regangan adalah E. coli galur serotipe O104 dengan
karakteristik sebagai berikut: Shiga toksin 2 (vtx2a, EQA nomenklatur 2011, WHO
Centre E. coli SSI Copenhagen) -
memproduksi, intimin (EAE)-negatif dan enterohaemolysin (hly)-negatif.
Ketegangan menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap sefalosporin generasi
ketiga (melalui spektrum beta-laktamase, ESBL, CTX-M-type), dan resistensi
antimikroba yang luas antara lain terhadap trimethoprim/sulphonamide dan tetrasiklin
(Askar et al., 2011).
Sebanyak
13 isolat dari Muenster, Paderborn, Hamburg dan Frankfurt dianalisis di laboratorium
untuk sindrom uremik hemolitik di rumah sakit Universitas, Institute of Hygiene,
Muenster. Semuanya sequence-ditandai sebagai ST678 (stx1-, stx2+, EAE-,
flagellin-coding gen flicH4), kelompok HUSEC 41, juga menunjukkan serotipe O104
(Mellmann et al., 2008). Seperti di
sebagian besar wabah masa lalu HUS di Jerman dan di tempat lain ditemukan untuk
dihubungkan dengan strain STEC O157, identifikasi serotipe O104 dalam konteks
ini sangat tidak biasa, meskipun, E. coli
O104 sebelumnya telah digambarkan sebagai penyebab dari wabah di Amerika
Serikat pada tahun 1994 (Frank et al.,
2011).
Bakteri
E. coli O104 termasuk ke dalam
golongan E.
coli enterohemoragik (EHEC). Pada
tahun 1982, terjadi wabah penyakit akibat pangan (foodborne diseases) di dua negara bagian Amerika Serikat, yakni
Michigan dan Oregon. Wabah ini sangat menarik perhatian karena terjadi dalam
kurun waktu yang hampir bersamaan, menimbulkan banyak korban, melibatkan
restoran waralaba besar yang sama, dan pangan yang diimplikasikan sebagai
makanan populer di negara tersebut, yakni hamburger. Hasil investigasi
menyebutkan, ditemukan galur E. coli
baru yang sebelumnya pernah ditemukan sekali pada tahun 1975 dari pasien diare
berdarah. Bakteri ini adalah E. coli
O157:H7 yang kemudian dikelompokkan dalam golongan baru, yakni E. coli enterohemoragik (EHEC). Ternyata penyebabnya tidak hanya E. coli O157:H7, tetapi ditemukan juga EHEC lain, seperti E. coli O157:H-, O111:H-, O26:H11,
O4:H-, O11:H-, O45:H2, O103:H2, O104:H2, O111:H8, dan O145:H- (Dewanti-Hariyadi,
2012).
Kasus
yang terjadi di Jerman dan sejumlah negara Eropa lain yang telah dilaporkan
disebabkan oleh galur terbaru EHEC, yakni E.
coli O104:H4. Kajian ilmiah mengenai bakteri ini menyimpulkan bahwa EHEC
memiliki kemampuan menghasilkan setidaknya dua jenis toksin shiga yang juga
dihasilkan oleh bakteri Shigella dysenteriae. EHEC ditengarai mendapatkan gen
penyandi toksin ini melalui virus. Dengan kemampuan menghasilkan toksin shiga,
tidak seperti E coli lain, kelompok EHEC mampu menimbulkan gejala penyakit yang
lebih parah. Setelah bakteri menginfeksi, di dalam tubuh penderita, toksin yang
dihasilkan menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal dan otak (Dewanti-Hariyadi,
2012).
Bakteri
E. coli dapat ditemukan di tanah,
tanaman, dan air. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari kotoran hewan atau
manusia yang mengandung E. coli fekal
di dalamnya. Penularan bakteri E. coli
patogen pada manusia dapat terjadi melalui konsumsi bahan pangan dan air yang
terkontaminasi. Kontaminasi pada daging dan susu dapat terjadi secara langsung
melalui feses hewan. Selain itu, kontaminasi juga dapat terjadi pada proses
pengolahan bahan pangan melalui air dan tanah yang terkontaminasi. Proses
penyimpanan yang tidak tepat dan sanitasi yang buruk juga menjadi salah satu
sumber kontaminasi bakteri E. coli
pada bahan pangan (Ray & Bhunia 2008).
Kejadian
infeksi E. coli pada manusia dapat
terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis, namun dalam beberapa kasus terlihat
adanya gejala diare berair dan kolitis hemoragi. Diare merupakan gejala yang
paling banyak ditemukan. Kolitis hemoragi ditandai dengan adanya gejala diare
berat yang sering disertai dengan diare berdarah, kram perut, mual, dan muntah.
Akibat kehilangan banyak cairan tubuh pada saat diare dan muntah, maka risiko
dehidrasi sering terjadi. Pada infeksi yang berat, penyakit ini dapat
menimbulkan kematian pada manusia jika tidak dilakukan pengobatan (Centre for
Disease Control and Prevention, 2011). Dewanti-Hariyadi (2012) juga menyatakan
bahwa gejala penyakit yang ditimbulkan bakteri ini meliputi sakit perut yang
sangat parah, bahkan kadang digambarkan setara dengan saat melahirkan, diare
berdarah (sering disebutkan sebagai no
stool, blood only), dan bisa menimbulkan komplikasi, seperti hemolytic uremic syndrome, sindrom yang
ditandai anemia akibat terurainya sel darah merah dan gagal ginjal akut, serta thrombotic thrombocytopenic purpura,
yakni gangguan yang menyebabkan penggumpalan darah di pembuluh darah halus dan
penurunan jumlah keping darah.
Meski
demikian, bakteri EHEC tidak memiliki ketahanan panas yang lebih daripada E
coli lain. Bakteri ini sesungguhnya sangat mudah dibunuh dengan pemanasan
setara pasteurisasi (65 derajat celsius selama 30 menit) sehingga pada makanan
olahan seharusnya bakteri patogen ini dapat dihindari. Investigasi wabah EHEC
pada hamburger di AS menunjukkan, alat pemanggang tidak berfungsi dengan baik
serta ukuran burger yang jumbo mengakibatkan patogen ini masih bertahan.
Kewaspadaan lebih tinggi harus dilakukan ketika seseorang mengonsumsi makanan
tidak diolah, seperti tomat, selada, mentimun, dan taoge, serta bahan mentah
lain. Sifat EHEC lain yang dapat mendukung keberadaan bakteri ini dalam pangan
adalah kemampuannya bertahan dalam makanan beku sampai sembilan bulan dan daya
tahan terhadap lingkungan asam (Dewanti-Hariyadi, 2012).
SUMBER INFEKSI
Buchholz
et al. (2011) melaporkan bukti
investigasi dari epidemiologi, mikrobiologi dan makanan yang memberatkan
kecambah sebagai sumber infeksi pada wabah besar ini dari HUS terkait dengan STEC.
Meskipun secara definitif bukti secara molekul
yang kurang, argumen bahwa kecambah sebagai sumber atas wabah ini kuat pada dasar
dari lima faktor berikut : baik epidemiologi kecambah studi terlibat, restoran
sebagai tempat pengambilan sampel menunjukkan bahwa 100 % dari kasus penyakit dapat
dijelaskan oleh konsumsi kecambah, tidak ada bahan makanan lain yang dikonsumsi
di restoran K dikaitkan dengan risiko penyakit, semua 41 kelompok atau kasus
paparan tunggal dapat dikaitkan dengan produser kecambah A dan saluran
distribusinya, dan beberapa karyawan
produsen kecambah A yang yang sering mengkonsumsi kecambah di perusahaan secara
simptomatik sakit di awal periode wabah atau diuji positif untuk STEC dari E. coli O104 : H4.
DAFTAR
PUSTAKA
bisa menghubungi penulis ^_^ di https://www.facebook.com/Dandazy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar